Selasa, 16 Juli 2013

UNTUK MENUJU MURQOBAH

Di antara nikmatnya iman adalah muroqobah yakni merasakan bahwa dirinya senantiasa dalam pantauan Alloh baik secara lahiriyah maupun banthiniyah. Bahwa Alloh senantiasa memantau, mengawasi, melihat dan mendengar setiap amal perbuatan dan ucapan manusia, setiap detik, setiap hembusan nafas dan setiap kedipan mata. Meski tampak sederhana, keadaan ini akan menjaga setiap gerak langkah hamba yang beriman dari amalan-amalan yang merugikan dan membimbingnya melakukan amalan yang menguntungkan. Sebab, setiap dia memiliki niat atau keinginan untuk beramal, dia akan bertanya apakah ini untuk Alloh atau bukan. Jika amalan itu untuk Alloh saja, dia akan meneruskannya. Namun jika ternyata untuk hawa nafsu atau setan,dia berhenti.Demikianlah kata Hasan Basri. Ibnul Qoyyim mengatakan, ‘ Saat dia akan berbuat maksiyat, keyakinan akan penglihatan Alloh akan membuatnya berhenti. Bukankah maksiyat akan menyisakan rasa malu kepada pihak lain yang melihatnya. Sementara dia tahu bahwa Alloh tentu melihatnya dalam kesempurnaan penglihatan. Yang karenanya lebih pantas untuk merasa malu kepadaNya. Namun, jika maksiyat itu terlanjur diperbuatnya, dia akan mengikutinya dengan taubat, penyesalan dan penghindaran. Keadaan seperti ini adalah nikmat iman yang luar biasa Cara untuk Mencapainya Al Muhasibi pernah ditanya tentang hal yang bisa mengantarkan kepada muroqobah. Dia menjawab, “memutus ikatan hati dengan kesibukan-kesibukan dunia, melazimi ilmu dan mengetahui pengawasan dan perlindungan Alloh”. Dari jawaban Al Muhasibi tersebut, memutuskan ikatan kesibukan-kesibukan dunia dari hati, termasuk hal penting guna meraih muroqobah. Sebab dunia yang memiliki pesona dan daya pikat yang luar biasa bagi nafsu, sering menggelapkan mata dan menumpulkan ketajaman pikiran apalagi dibarengi pujian dan penghargaan dari orang lain serta kenikmatan tetap yang selalu dinikmati Hamba yang bermuroqobah bukan berarti menolak dunia dan kenikmatannya. Hanya saja dunia bukanlah segala-galanya baginya. Karena perolehan duniawi tidak identik dengan (sama) dengan keridhoan Alloh sang Pencipta. Bisa jadi merupakan istidroj yaitu pemberian untuk menghancurkan secara berangsur-angsur. Karena pada kennyataanya manusia yang memeperoleh kenikmatan duniawi berlimpah menduga sebagai tanda kasih sayang Alloh kepadanya. Pada hal Rosululloh Saw., bersabda”Jika engkau melihat Alloh SWT memberikan kepada seorang hamba kenikmatan dunia yang dicintainya pada hal dia bermaksiyat kepada-Nya maka itu adalah istidroj”. (H.R Ahmad). Hamba yang muroqobah lebih mengutamakan nilai yang lebih besar dan abadi yaitu keridhoan Alloh. Seluruh perolehan duniawinya tidak akan merubah keadaan hatinya yang senantiasa menghadirkan kesadaran akan pantauan Alloh itu. Pun demikian halnya dengan kesibukan-kesibukan semuanya adalah rangkaian amal untuk menapaki jalan hakekat yaitu gabungan antara muhasabah, muroqobah dan penyelarasan amal dengan ilmu. Memahami dan Menghayati Nama-namaNya Mustahil seseorang bisa merasakan muroqobatulloh jika ia tidak mengenal Nya dengan baik. Karena didalam asma Alloh terkandung sifat-sifat ketinggian yang sempurna. Memahai serta menghayati asma Alloh serta beribadah sesuai dengan tuntunan-tuntunanya akan menancapkan keimanan yang kuat dan merasa dalam pantauan Alloh. Ibnul Qoyyim menyebutkan “Bahwa muroqobah adalah beribadah kepada Alloh dengan asma sifat-sifat-Nya, terutama Ar Roqiib (Maha Mengawasi), Al Hafiizh (Maha Memelihara), Al’Aliim (Maha Mengetahui), AsSami’ (Maha Mendengar) da Al Bashiir (Maha Melihat). Lebih lanjut beliau mengatakan”Barang siapa yang memikirkan dan merenungkan nama-nama ini dan beribadah dengan segala tuntunanya . maka dia telah melakukan muroqobah”. Hal lain yang harus dilakukan hamba adalah mengagungkan Alloh secara benar yaitu disaat dia menyadari bahwa tidak ada lain yang pantas mendapatkan pengagungan melebihi Alloh. Pengagungn ini akan membuatnya mampu mengecilkan apa yang dikecilkan Alloh. Dzun Nun menyebutnya sebagai tanda-tanda muroqobahnya hamba. Pengagungan ini jika tertanam kuat dalam sanubarinya akan mewariskan perasaan malu dan segan kepada Alloh di dalam hatinya (Muh. Nashrul Marwazi). Hamba ini akan malu berniat dan berbuat maksiyat karena dia mengetahui bahwa Alloh mengawasi hati dan gerak-gerik tubuhnya. Pengagungan yang memberikan perasaan aman dan membebaskaannya dari kebingungan mencari pihak yang pantas mendapatkanya. Ingat Akherat. Ternasuk cara mencapai muroqobah adalah senantiasa memikirkan urusan akherat. Al Ahnaf bin Qois kadang meletakkan tanganya di atas lampu miliknya, sambil berkata, “Rasakan ! Mengapa engkau berbuat begini pada hari itu, dan mengapa engkau berbuat begini pada hari yang lain. Maka barang siapa senantiasa berfikir tentang urusan akherat, seperti kematian, alam kubur, padang mahsyar dan peristiwa-peristiwa lain yang mengiringinya, tentu akan mempertajam kepekaan muroqobahnya, Juga kesadaran bahwa dia di dalam setiap keadaan yang melingkupinya sedang menuju kematian itu.IYAN Cara Lain Disamping semua cara tersebut di atas, untuk menghadirkan muroqobah harus juga berasal dari faktor external, yaitu semua faktor luar yang membantu kita mudah mengingat pengawasan-Nya. Ini bisa dari makhluk hidup, maupun benda mati. Dari makhluk hidup tentu saja adalah tokoh panutan yang pantas diteladani atau teman-teman bergaul yang mendukung. Sebagaimana Jawaban Al Hasan ketika ditanya seseorang tentang teman-teman pergaulanya yang selalu membuatnya takut sehingga membuat hati serasa akan terbang. Al Hasan menjawab, “Demi Alloh engkau bersahabat dengan kaum yang bisa membuatmu takut kepada Alloh hingga engkau merasa aman, lebih baik dari pada engkau bersahabat dengan kaum yang membuat hatimu merasa aman dari Alloh namun diikuti rasa takut. Sedang dari benda-benda mati, intinya adalah benda-benda yang sering kita lihat dan dengar. Yang dengan melihat dan mendengarnya kita menjadi ingat kepada Alloh. Bisa dengan kata-kata pengingat yang tertempel di tempat-tempat strategis atau alunan suara pengingat dari kaset murotal atau ceramah keagamaan. Tak kalah pentingnya adalah melazimi ibadah mahdhoh, dzikir dan berdo’a. Semuanya itu jika dikerjakan dengan kontinyu, khusyu’ dan ikhlas akan melahirkan rasa iman yang kental. Jauh melebihi kenikmatan maksiat, meskipun bisa dirasakan secara langsung dalam sesaat namun melahirkan kegelisahan Semoga kita bisa sampai ke derajat hamba-hamba yang bermuroqobah kepada Alloh, amiin. (A.Amien)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar